الخميس، أبريل 09، 2015

JIWA RIMBA DIKOTA RAMAI Oleh :Nahwan pasangio

JIWA RIMBA DIKOTA RAMAI

kerinduan pada hutan belantara yang melahirkan kemandirian dan kerja keras, kini memanggil keras.
Ditempat ini penuh ikatan formalitas dan nyanyian alam seakan memanggil, tapi Ahmad belum bisa menjawabnya. Terkenang kehidupan didesa yang terasa menyatu dengan Hutan melewati hari dengan nyanyian ranting bersama hembusan angin, kelapa muda penghilang dahaga dan rasa lapar kini tinggal sesekali melewati kerongkongan ini .
Kini Ahmad sadar penyakit Rantau adalah rindu, saat langit senja mendung separuh semangat Rantau ini terkoyakan oleh imajinasinya sendiri. Rasa ini baru terasa saat Kondisi kerja tak seperti dulu. Walaupun saat ini Dia berada pada ruangan yang Elit Full AC tapi tak memberikan kenyamanan yang Ia cari.

Bagi Ahmad Kehadiran sahabat berbagi cerita dan pangalaman lebih berarti dari pada kelengkapan fasilitas mewah. Dalam Sholat Ia berdo'a Semoga ALLAH SWT mempertemukannya kembali dengan sahabat sejatinya yang selalu mengingatkannya pada ketaatan. Ahmat telah menemukan apa yang Ia harapkan tapi Tuhan berkehendak lain kebersamaan itu akan berakhir.

Iya... semua orang ingin menjadi diri sendiri, untuk menjadi diri sendiri adalah sesuatu yang harus diperjuangkan karena kita hidup pada alam yang beragam karakter didalamnya setiap karakter memberikan pangaruh. Ahmad adalah sosok pemuda yang menjadikan sahabat dekatnya sebagai dosen pada universitas kehidupan sehingga Ia dapat belajar melalui Kupuk (perbincangan santai).

Dikota Borneo ini Tuhan mempertemukan Ahmad dengan Alif ,yang memiliki karakter sama dengan sabatnya dinegeri asalnya. Pada Alif Ahmat belajar banyak tentang mutiara kehidupan yang belum pernah Ia temui.
Dalam kesendirian Ia mencoba merenungi masa lalu yang kini menjadi kenangan dikota barunya, ada rasa yang hilang saat imajinasinya menerawang jauh. Seakan berada pada pulau indah ditengah Samudera, pulau tak berpenghuni melangkah dan terus berjalan ingin memulai kehidupan disitu dengan memperbaiki diri dan bangkit dari masa lalu yang kelam. Ahmat mencari mata air tawar  untuk mendirikan gubuk didekatnya. Sepi dan dinginnya malam dilaluinya tanpa rasa takut ,mungkin karena telah terbiasa dan tekat besar untuk menjadi manusia pecinta alam bersahabat dengan alam dan segala resiko bahaya yang ada, karena Ia yakin tidak ada yang berbahaya saat kita telah menyatu dengan sesuatu itu sendiri. Buku saku yang tak terlupakan selalu menjadi teman berbagi cerita saat Ia dalam pertualangan dan pengembaraan.

*Kain Jadi Levis
Sabtu 14 April 2015, setelah menyelesaikan satu paragraf dari cerita Jiwa Rimba dikota Ramai, Ahmad terus berjalan  menyusuri ramainya kota. Belajar pada keramaian kota dan sosial.budaya, ekonomi masayarakat Samarinda. Banyak hal yang dapat dikaji dari perjalanan hari ini.

Ditepi Mahakam Dia duduk sendiri bersama angin pagi menjelang siang yang sepoy-sepoy dan suara kelotok mengantarkan setiap mereka yang ingin menyebrangi Mahakam tujuan Samarinda seberang. Ahmad terus melatih penanya untuk terus menari menuliskan isi otoknya. Pada dermaga ini Ia mengingat kembali sebuah impian Ahmad kecil yang saat ini baru terwujud " kain jadi levis " , semua ini adalah kenangan tersendiri  yang tak akan terlupakan karena penuh hikmah.ya...saatnya Ia menilmati hasil kerja keras dan kesabaran masa lalu.

Alif dan Usman adalah saudara inspirasinya. Pada mereka berdua Ahmad  banyak belajar tentang nasehat kehidupan.Dal hal ini tidak lepas dengan momen kain jadi levis, ini semua awal dari perubahan. Pada saat pena ini menuls kata perubahan didepan Ahmad ada siswa SMA berseragam pramuka hampir jatuh dari kelotok mengingatkan kembali saat Ahmad masih seusia anak itu. Pada masa-masa pencarian jati diri saat Ia masih polos dan lugu saat Ia belum mengenal pemborontakan aat pribadinya belum sedewasa sekarang yang ditandai dengan kain jadi levis . Dia pahami ini semua hanyalah strategi perubahan tampilan untuk (BIUS) . Tapi yang terpenting dalam hidup ini adalahy pengamalan Al-qor'an dan Hadits Ya...itulah kunci hidup bahagia Dunia Akhirat.

Semakin lama Ahmad pada tepi Mahakam ini semakin banyak yang Ia pikirkan dan semua itu mengalir pada tinta pena hitam, mungkin inilah ya g dikatakan inspirasi penulis jalanan. Baginya biarlah tinta penanya terus mengalir saat Ia tahu menulis sampai sekarang walaupun belum bernilai materi yang dia tahu tidak semuanya hari dinilai dengan uang. Iya... inilah kesenangan dan kebiasaannya membawa buku saku tempat pena menari bebas dan tak pernah berhenti bak jari-jari tangannya, hingga raga tak bernyawa.

Pukul 12.00 WITA Ahmad beranjak dari dermaga tepi Mahakam hendak ke Masjid Darussalam. Ingin menanamkan sebuah prinsip penghambaan kepada ALLAH SWT dan Sholat lima Waktu pada awal waktu itulah yang terpenting, sebuah terapi menghindari cinta dunia secara berlebihan.
Ahmad telah mengikat janji bersama saudara juangnya untuk sebuah perjalanan Religius melengkapi momen kain jadi levis di Masjid Islamis Center Samarinda. Sebelum tidur Ba'da Dzuhur Ahmad menulis puisi dengan judul  Kain jadi levis.
KAIN JADI LEVIS

Hidup adalah pengembaraan
pencarian makna kehidupan
mengarungi samudera kehidupan
pencarian jati diri
penentu karakter hidup ini.

Perubahan demi perubahan
mewarnai langkah hidup ini
iya...kita mesti terus melangkah
dan berubah untuk lebih baik
jika tidak
kita yang tergilas
dan tertinggal
oleh perubahan.


Wahai...Saudaraku...
jangan diamkan kaki kita
selagi masih sanggup kita melangkah
jangan takut bermimpi
selagi kita sanggup mewujudkannya.


Mustahil kita berubah
tanpa keberanian berniat
dan bermimpi
serta langkah nyata
untuk mewujudkan
mimpi itu.
*********
GOSPEN.Smd.11 April 2015



Ahmad Melewati senja diIslamic Center bersama ramainya kendaraan yang tak pernah sepi, bagai ilalang yang terus menari bersama nyanyian alam. Sendiri dalam keramain yang Ia jalani senja ini.
Langit telah mendung hujan akan berkunjung kebumi, namun saudara yang dinanti tak kunjung datang karena Ia harus menyelesaikan perbaikan skripsi  ini Sebuah makna hakekat perjuangan.
Ada rasa yang tak menentu saat angin senja bertiup kencang pikiran Ahmad menerawang auh kebelakang tentang kenangan bersama seorang Hawa yang tak muda dilupakan . Satu rasa yang pertama datang saat usianya 12 tahun.

Minggu 12 april 2015,belajar makna kehidupan pada sahabat yang lama hilang kontak, puing-puing kenangan terangkai kembali. Setelah 11 tahun Ahmad berpisah dengan sahabat berbagi cerita masa dibangku Sekolah dialah Wajor.
"LANGKAH-LANGKAH KECIL YANG MEMBANGKITKAN"

Penantian ditapal batas dua waktu Ahmad menanti Alif dari antara 3 waktu Sholat Ashar, Magrib dan Isya tapi inilah sebuah konsekwensi perencanaan, ada yang terlaksana sesuai rencana ada pula yang tidak sesuai rencana. 
*********
Smd .9 April 2015

0 Comments: