Senin, Mei 07, 2018

ETIKA PEMERINTAHAN DAERAH KOTA BAU BAU


KATA  PENGANTAR

Alhamdulillahhirabbil a’lamin, Puji Syukur Kami panjatkan kehadirat  Allah SWT berkat Rahmat dan izin-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah dengan Judul  “ETIKA PEMERINTAHAN DAERAH KOTA BAU BAU” .
Besar harapan kami semoga makalah ini memberikan manfaat dalam khazana keilmuan, menjadi referensi  khususnya Fakultas Ilmu Sosial dan politik Universitas Mulawarman. Kami menyadari dengan sepenuhnya tentu banyak terdapat kekurangan dalam penulisan makalah ini, Oleh karena itu, penulis  sangat mengharapkan saran dan kritik membangun dari  para pembaca untuk perbaikan penulisan dimasa mendatang.


       Samarinda, 1 Mei 2018
Penulis

         Juan Firdaus
            1702025076







BAB I
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
Perilaku individu dalam setiap segi kehidupan memberikan pengaruh bagi keadaan di sekitarnya.  Dalam berorganisasi khususnya organisasi pemerintah, hal ini menjadi hal yang sangat penting karena ini merupakan bekal dasar yang harus dimiliki oleh seorang individu saat berada di dalam suatu lingkungan, selain itu hal ini pun menjadi sangat penting karena menyangkut kehidupan Bangsa dan Warga Negara.
Saya tertarik  untuk membahas mengenai etika dalam pemerintahan lebih khusus pemerintahan Daerah Kota Bau bau, Buton. Karena etika merupakan cikal bakal terciptanya suatu sistem pemerintahan yang baik dan bersih  sesuai dengan  jalur norma-norma yang ada. Pemerintahan harus dijalankan dengan baik pejabat dan staf yang mempunyai tugas utama dalam memberikan pelayanan publik harus memperhatikan etika atau Standar operasional persedur (SOP) sehinggaa segala pelayanan dapat berjalan dengan baik dan memuaskan (pelayanan prima) diinstansi pemerintahan Daerah.
Buton yang mulai dikenal dalam Sejarah Nasional dalam naskah Negara Kertagama  karya Prapanca tahun 1365 Masehi merupakan sebuah negeri atau daerah budaya bekas kerajaan / kesultanan yang pernah berdaulat pada masanya, Buton telah menapaki proses perjalanan sejarahnya selama kurang lebih 7 (tujuh) abad.
Buton memiliki sistem ketatanegaraan yang mapan sehingga mampu menjaga integrasi wilayah dan rakyatnya selama ratusan tahun. Wujud kegemilangan masa lalu negeri ini sebagian masih terefleksi dalam kehidupan masyarakatnya hingga sekarang, baik dalam wujud sistem nilai (norma-norma), adat-istiadat, benda-benda budaya, maupun dalam berbagai bentuk pranata sosial budaya lainnya.
Dalam kehidupan bermasyarakat, masyarakat Buton telah memiliki Falsafah Hidup yaitu Falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli yang merupakan landasan utama Hukum Adat Wolio. Makna-makna hakiki yang terkandung di dalamnya kemudian terjabar dalam Sara Pataanguna atau dasar hukum yang empat, yaitu sebagai berikut :
a.       Pomaa – maasiaka  :  Saling sayang menyayangi.
 Artinya saling menyayangi, saling mencintai terhadap sesama.
b.      Poangka - angkataka :  Saling menghormati.
Artinya saling menghormati, menghargai dan saling mengutamakan terhadap sesama.
c.       Popia – piara :  Saling memelihara atau mengabdi.
Artinya saling memelihara, mencintai atau saling mengabdi  terhadap                     sesama.
d.      Pomae – maeka : Saling takut-menakuti.
       Artinya saling merasa takut atau hormat terhadap sesama.

1.2.            Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menjadi salah satu sumber bacaan dan pengetahuan bagi para pembaca khususnya pribadi saya sendiri untuk mengenai Etika Pemerintahan pemerintahan. Memperkenalkan Filsafah hidup suku buton yang tentunya memberikan pengaruh pada sistem pemerintahan Kota Buton.
1.3.      Rumusan Masalah
1.      Pengertian etika pemerintahan.
2.      Pengertian Pemerintahan Daerah.
3.      Apa yang dimaksud dengan Sara Pataanguna? 

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.    Pengertian Etika Pemerintahan

Istilah “etika” berasal dari bahasa yunani kuno. Kata yunani kuno ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, skap, cara berfikir . dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adalah: adat kebiasaan. Dan arti terahir inilah yang menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah “etika” yang oleh filusuf yunani besar aristoteles (384-322 S.M.)

Sedangkan kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 - mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :
1.                  ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral      (akhlak);
2.                  kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3.                  nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Pemerintahan dalam arti luas adalah pemerintah/ lembaga-lembaga Negara yang menjalankan segala tugas pemerintah baik sebagai lembaga eksekutif, legislative maupun yudikatif. Dengan segala fungsi dan kewengannya.
Sudah di jelas kan bagai mana pengertian mengenai etika dan pemerintah ataupun pemerintahan. Jadi pengertian etika pemerintahan itu sendiri adalah Ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia.



2.2.     Nilai - niali etika dalam pemerintahan
Etika pemerintahan disebut selalu berkaitan dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hak-hak dasar warga negara selaku manusia sosial (mahluk sosial). Nilai-nilai keutamaan yang dikembangkan dalam etika pemerintahan adalah :
1.      Penghormatan terhadap hidup manusia dan HAM lainnya.
2.      kejujuran baik terhadap diri sendiri maupun terhadap manusia lainnya (honesty).
3.      Keadilan dan kepantasan merupakan sikap yang terutama harus diperlakukan terhadap orang lain.
4.      kekuatan moralitas, ketabahan serta berani karena benar terhadap godaan (fortitude).
5.      Kesederhanaan dan pengendalian diri (temperance).
6.      Nilai-nilai agama dan sosial budaya termasuk nilai agama agar manusia harus bertindak secara profesionalisme dan bekerja keras.

2.3    Pengertian Pemerintahan Daerah
Perubahan ke 4 (empat) UUD 1945 menyatakan jelas mengenai bentuk dan susunan pemerintahan daerah dalam kerangka Negara Republik Indonesia. Pasal 18 ayat (1) berbunyi :
“ Negara Kesatuan Repulik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propisi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur Undang-Undang”.
Sedang Pasal 18 ayat (5) UUD 1945 menyebutkan bahwa:
“pemerintah daerah merupakan daerah otonom yang dapat menjalankan urusan pemerintahan dengan seluas-luasnya serta mendapat hak untuk mengatur kewenangan pemerintahan kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat”.
Definisi Pemerintahan Daerah di dalam  UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pasal 1 ayat 2, adalah sebagai berikut:
“Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip NegaraKesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Melihat definisi pemerintahan daerah seperti yang telah dikemukakan  diatas,maka yang dimaksud pemerintahan daerah disini adalah penyelenggaraan daerah otonom oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi dimana unsur penyelenggara pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan perangkat daerah.
Fungsi pemerintah daerah dapat diartikan sebagai perangkat daerah menjalankan, mengatur dan menyelenggarakan jalannya pemerintahan.
Fungsi pemerintah daerah menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 adalah :
a.              Pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
b.              Menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintahan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah.
c.              Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah. Dimana hubungan tersebut meliputi wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya.
2.4.    Sara Pataanguna Bhinci-Bhinciki Kuli : “Pomaa-maasiaka”
Falsafah “Bhinci-bhinciki Kuli” (saling cubit-mencubit kulit) yaitu kemanusiaan/diri manusia atau nafsahu telah dikembangkan oleh para ilmuwan (pemikir-pemikir) lokal di Buton pada zamannya. Walaupun sistem pemerintahan kerajaan dan kesultanan pada saat ini sudah tidak berjalan secara formal di lingkungan masyarakat lokal, namun nilai-nilai yang terkandung di dalamnya masih mengakar dan melekat serta merasuk dalam lubuk hati sanubari masyarakat Buton.
Hukum bhinci-bhinciki kuli merupakan “Pokok Adat dan Dasarnya Sara.” Dan dinyatakan pula bahwa adat-istiadat Buton itu berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Demikian pula sara di Buton itu adalah sara Allah SWT dan sara Nabi SAW.
Dari pengertian bhinci-bhinciki kuli yang telah dikemukakan di atas jika dikaitkan dengan pelaksanaan tugas kepemimpinan, intinya adalah saling takut, saling malu, saling segan dan saling insyaf. Hal ini jika diterapkan dalam suatu organisasi/kelompok masyarakat, walaupun dalam lembaga tersebut ada atasan, ada bawahan dan ada peserta personil lainnya atau terdapat berbagai personil, berbagai suku dan agama, tingkat umur dan kepangkatannya, namun yang ditakuti, dimalui, disegani dan diinsyafi adalah Tuhan YME di atas segalanya.
Falsafah ini mengandung makna yang fundamental yaitu bahwa setiap manusia selaku anggota masyarakat bila mencubit kulitnya sendiri pasti akan terasa sakit karena itu janganlah mencoba mencubit  kulit orang lain, sebab ia juga akan merasa sakit sebagaimana anda sendiri akan merasakan sakitnya bila hendak dicubit  oleh orang lain. Falsafah ini bersumber dari keyakinan bahwa manusia secara universal mempunyai perasaan yang sama. Seluruh umat manusia dilahirkan ke dunia memiliki perasaan yang sama dan hak-hak azasi yang sama pula sebagai anugerah Tuhan yang harus dihormati dan tidak boleh dilanggar oleh siapapun juga. Secara singkat dapat dikatakan bahwa falsafah “Bhinci-Bhinciki Kuli” identik dengan “perikemanusiaan dan perikeadilan.”
Falsafah “bhinci-bhinciki kuli” adalah dasar hukum yang dijadikan landasan nilai-nilai, cara berfikir dan sekaligus sebagai sumber hukum. Dari falsafah“bhinci-bhinciki kuli” tersebut kemudian lahirlah “sara pataanguna”, yaitupomaa-maasiaka, pomae-maeka, poangka-angkataka, dan popia-piara.
Secara lebih khususnya dijelaskan bahwa Falsafah “bhinci-bhinciki kuli”yaitu salah satunya adalah Pomaa – maasiaka berarti senantiasa hidup saling peduli dan saling menyayangi antara sesama anggota masyarakat. Hal ini mengandung makna yang luhur, bahwa antara masyarakat harus saling menyayangi dan kasih mengasihi secara timbal balik, saling menyayangi antara yang muda kepada yang tua, demikian pula sebaliknya, antara si kaya dan si miskin, antara si kuat dan si lemah, pemerintahan dengan rakyatnya dan lain sebagainya.
Dengan demikian rasa kekeluargaan, kebersamaan dan gotong royong dapat akan berjalan dalam masyarakat. Namun, apabila pomaa-maasiaka ini tidak diindahkan lagi. Maka timbul sifat sebaliknya, yaitu iri hati, dengki dan sifat-sifat menjatuhkan harga diri yang bisa memecah belah rasa kekeluargaan, kebersamaan, dan gotong royong.

2.5.    Falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari Segi Ekonomi
Sebelum membahas tentang Falsafah Bhinci – Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari segi ekonomi, kita mengulas terlebih dahulu arti dari ekonomi itu sendiri.
Kata “ekonomi” berasal dari kata Yunani, oikos yang berarti “keluarga, rumah tangga” dan nomos atau peraturan, aturan, hukum. Jadi secara garis besar, ekonomi diartikan sebagai “aturan rumah tangga” atau “manajemen rumah tangga”.
Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Ekonomi merupakan aktivitas yang boleh dikatakan sama halnya dengan keberadaan manusia di bumi ini sehingga kemudian timbul motif ekonomi yaitu keinginan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Ekonomi memiliki prinsip, dimana prinsip tersebut merupakan langkah yang dilakukan manusia dalam memenuhi kebutuhannya dengan pengorbanan tertentu untuk memperoleh hasil yang maksimal.
2.6.    Falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari Segi Sosial
Menurut pendapat  Dr. Bambang Rudito, di kehidupan kita sebagai anggota masyarakat istilah sosial sering dikaitkan dengan hal- hal  yang berhubungan  dengan  manusia  dalam masyarakat,  seperti     kehidupan  kaum  miskin  di kota, kehidupan  kaum     berada, kehidupan nelayan dan seterusnya. Dan  juga sering  diartikan sebagai suatu sifat yang mengarah pada rasa empati terhadap kehidupan
manusia  sehingga  memunculkan  sifat  tolong  menolong,  membantu  dari yang  kuat terhadap yang lemah,  mengalah terhadap orang lain,  sehingga sering dikatakan sebagai mempunyai jiwa sosial yang tinggi.
Sosial berkaitan dengan kemanusiaan sehingga dapat diasumsikan sosial pada dasarnya mengarah pada bentuk atau sifatnya yang humanis atau kemanusiaan dalam artian kelompok, yang mengarah pada hubungan antar manusia sebagai anggota masyarakat. Sehingga dapat dimaksudkan bahwa sosial merupakan rangkaian norma, moral, nilai dan aturan yang bersumber dari kebudayaan suatu masyarakat atau komuniti yang digunakan sebagai acuan dalam berhubungan antar manusia.
Dari pernyataan di atas, jika dikaitkan dengan  Falsafah Bhinci – Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari segi sosial, maka interaksi antar hubungan sesama manusia atau masyarakat haruslah dilandasi kasih sayang, walaupun ada perbedaan status dalam lingkungannya.



Berdasarkan asal-usul katanya (etimologis), budaya bentuk jamaknya kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta “budhayah” yang merupakan bentuk jamak budi, yang artinya akal atau segala sesuatu yang berhubungan dengan akal pikiran manusia.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan budaya dalam dua pandangan yaitu : pertama, hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian dan adat-istiadat; kedua, menggunakan pendekatan ilmu antropologi yaitu keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya yang akan menjadi pedoman tingkah lakunya.
Budaya memiliki perwujudan, contohnya adanya aktivitas (tindakan) yang merupakan suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat, sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan dapat diamati dan didokumentasikan.
Dapat dilihat dari berbagai contoh, di antaranya dalam pelaksanaan kepemimpinan, seorang pemimpin dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya selalu membimbing dan membantu para bawahan dan staf lainnya melalui teguran secara langsung agar kesalahan yang dibuat oleh bawahannya tidak berlarut-larut. Di samping itu, adanya kasih sayang yang diberikan guru terhadap siswanya, bawahan yang selalu memberi salam dan mematuhi nasihat atasannya. Kasih sayang tidak sebatas hanya sesama manusia saja, akan tetapi juga semua makhluk ciptaan-Nya seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan.
Berkaitan dengan hal ini, maka dalam falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari segi budaya dapat dimaknai bahwa setiap perilaku yang dilakukan setiap hari harus berlandaskan saling mengasihi antara yang satu dengan yang lainnya.
2.7.    Falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari Segi Politik
Perkataan politik berasal dari bahasa Latin politicus dan bahasa Yunanipoliticos, artinya (sesuatu yang) berhubungan dengan warga Negara atau warga kota. Kedua kata itu berasal dari kata polis maknanya kota. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), pengertian politik sebagai kata benda ada tiga. Jika dikaitkan dengan ilmu artinya
1.     Pengetahuan mengenai kenegaraan (tentang sistem pemerintahan, dasar-dasar pemerintahan);
2.    Segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan, siasat dan sebagainya) mengenai pemerintahan atau terhadap Negara lain; dan
3.    Kebijakan, cara bertindak (dalam menghadapi atau mengenai suatu masalah).
Istilah politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara pemerintahan, dasar-dasar pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan Negara. Politik pada dasarnya menyangkut tujuan-tujuan masyarakat, bukan tujuan pribadi. Dapat disimpulkan bahwa politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu. 
Dari segi politik, arti dalam falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” yaitu dalam proses pengambilan kebijakan dalam tatanan pemerintahan harus berlandaskan kasih sayang, di mana tidak ada kerugian yang diterima oleh kedua belah pihak, baik rakyat ataupun pemerintah.





BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Etika pemerintahan itu sendiri adalah ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia.
Dalam kehidupan bermasyarakat, masyarakat Buton telah memiliki Falsafah Hidup yaitu Falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli yang merupakan landasan utama Hukum Adat Wolio, dasar hukum yang dijadikan landasan nilai-nilai, cara berfikir dan sekaligus sebagai sumber hukum yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Makna-makna hakiki yang terkandung di dalamnya kemudian terjabar dalam Sara Pataanguna atau dasar hukum yang empat, yaitu sebagai berikut :
-      Pomaa – maasiaka
-      Poangka - angkataka
-      Popia – piara             
-      Pomae – maeka

3.2     Saran
                    Setiap instansi harus mempublikasi standar operasional persedur menyakut pelayanan Public agar masyarakat mengetahui dan ketentuan dan persyaratan penyelesaian Administarasi. Staf/ pegawai pemerintahan harus mengutamakan etika dalam pelayanan sehingga terwujud  Pelayanan Prima.

DAFTAR PUSTAKA


Boim. “ Pemerintahan Daerah ”. 27 April 2018

Dian. “ Pengertian, Fungsi, dan asas Pemerintahan ”. 27 April 2018

Utami, Ranti Fatya. “11 Undang-undang yang Mengatur Pemerintahan Daerah di Indonesia ”. 27 April 2018

Sahaliy,Iksan. “FALSAFAH SARA PATAANGUNA “ BHINCI – BHINCIKI KULI ”POMAA – MAASIAKA”. 2 Mei 2018










0 Comments: