SELAMATKAN BARANG: Korban longsor tanpak menyelamatkan barang-barang di rumah mereka yang tertimpa material tanah.BARNABAS
BANGKEP – Pemkab Banggai Kepulauan (Bangkep) bergerak cepat
mengoordinasikan ke seluruh SKPD terkait peristiwa bencana longsor di
Salakan. Sehari pasca bencana longsor, Bupati Bangkep Drs Lania Laosa
MSc langsung memerintahkan rapat teknis bertempat di kantor bupati di
Salakan, kemarin (9/7). Rapat dipimpin Wakil Bupati Bangkep, Drs Zakaria
Kamindang. Rapat menghasilkan beberapa keputusan strategis yang akan
diambil.
Prihal rapat tersebut, Bupati Lania Laosa mengatakan, sehari pasca
bencana, pemkab telah melakukan evaluasi di antaranya soal keperluan
logistik kepada korban bencana, dengan membentuk Satkorlak yang diketuai
Sekkab Bangkep Sudirman Salotan SE. Kemudian juga segera dievaluasi
perencanaan tata ruang wilayah terutama drainase dari kompleks
perbukitan Trikora hingga ke hilir, termasuk kompleks perumahan yang
rawan bencana. Kemudian, mendata kerusakan rumah pemukiman yang nantinya
akan diberikan bantuan.
Bupati Lania mengatakan, saat ini korban bencana baik yang luka parah
dan membutuhkan tindakan medis lanjutan, telah dirujuk di RSUD Luwuk. Di
Luwuk, ketua PKK dan Dinas Kesehatan memfasilitasi keperluan korban,
termasuk makanan, pakaian dan rumah tinggal.
Bupati bahkan memberikan dana cash puluhan juta kepada staf
Dinas Kesehatan agar jangan sampai para korban terkatung-katung karena
terbentur persoalan dana yang tidak ada.
Pantauan di lokasi bencana, alat berat berupa eskavator dan buldozer
milik salah seorang pengusaha di Bangkep, dikerahkan membersihkan
sisa-sisa material yang menimbun rumah warga dan badan jalan.
Bupati menetapkan tanggap darurat selama sebulan, dari Juli hingga
Agustus. Bupati beralasan waktu tanggap darurat sebulan merupakan waktu
kritis mengingat curah hujan di Bangkep masih cukup tinggi. Dengan waktu
sebulan atau bahkan lebih dari itu, bupati bisa memastikan para
pengungsi tidak kelaparan dan tidak kedinginan, sampai ada solusi jelas
kepada pengungsi soal tempat tinggalnya. “Sampai saya menemukan solusi
yang tepat, barulah status tanggap darurat benar-benar dicabut,”kata
orang nomor satu di Bangkep ini.
Sementara dari hasil rapat terbatas kemarin, juga diputuskan bahwa
pemkab akan mendirikan posko sentral untuk menampung yang datang dari
sukarelawan maupun pegawai yang peduli dengan bencana longsor. Secara
teknis, setiap SKPD akan mengoordinasikan bantuan yang diberikan, baik
itu sembako dan kebutuhan lain termasuk pakaian layak dan juga
obat-obatan.
Diungsikan Di Rujab
Para korban bencana yang kehilangan rumah diungsikan ke rumah jabatan
bupati yang baru selesai dibangun. Di rujab tersebut, para korban
membawa peralatan yang bisa diselamatkan.
Kondisi para korban tanah longsor di Bukit Trikora masih memprihatinkan. Seuai data yang dihimpun Radar Sulteng Senin
kemarin (9/7), jumlah pengungsi mencapai 27 orang. Mereka yang
mengungsi ialah korban yang selamat dari terjangan longsor, tetapi
kehilangan tempat tinggal.
Camat Tinangkung, Steven Moidady, mengatakan, data jumlah pengungsi
sementara yang ditempatkan di rumah jabatan sekitar 15 orang. “Jumlah
pengungi dipastikan akan terus bertambah, karena ada sebagian pengungsi
masih di rumah keluarganya,” ujar Steven di lokasi bencana kemarin.
Sementara data rumah-rumah yang rusak berat atau rata dengan tanah
mencapai 4 unit rumah, dan belasan rumah lainnya rusak ringan. Kawasan
pemukiman yang berada di tebing jalan bukit Trikora tersebut, saat ini
ditinggal oleh pemilik rumah yang mendiami lokasi itu.
Sementara jumlah korban musibah longsor mencapai 18 orang, tiga di
antaranya meninggal dunia. Mereka yang meninggal yaitu Yani (28) beserta
anak balitanya Reno. Korban tewas lainnya Risal, balita berusia 4
tahun. Sedangkan 11 korban dirujuk ke RSUD Luwuk dan sisanya hanya
mendapat perawatan di Puskesmas Salakan.
Yang dirujuk ke RSUD Luwuk yaitu satu keluarga yaitu Iwan Umar (33),
Sumiarti (33), Dian (4), Fadli (4), dan Risal anak bungsunya yang
meninggal tertimbun material longsor.
Informasi yang dihimpun dari warga sekitar, keluarga Iwan Umar yang
paling tragis terkena terjangan longsor. Rumahnya porak poranda hampir
rata tanah. Fadli, korban yang selamat namun mengalami luka kritis,
telapak kakinya hancur dan diamputasi. Sementara korban Dian dan
Sumiarti, mengalami luka robek dan luka di bagian perut.
Selain itu, korban lainnya yang dirujuk ke RSUD Luwuk ialah Putri
Adiatanma (9), Yuli Sari Makarawo (32), M Ardiansyah (34), Suci Ramadani
(4), Tindo (24), Hastin (23), dan Bahar (46).
Pantauan Radar Sulteng sehari pasca bencana, beberapa korban
bencana terlihat mengumpulkan barang-barang yang bisa diselamatkan.
Saena, korban longsor yang rumahnya hancur hanya bisa merenung meratapi
nasib.
Mereka yang diungsikan merasa nyaman tinggal di rujab bupati. Rujab
saat ini kebetulan masih kosong karena belum ditempati bupati. Belum
lagi tenda-tenda pengungsian lambat didirikan oleh Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Bangkep. Bupati berlasan pengungsi sengaja ditempatkan di
rujab dengan alasan kenyamanan serta memudahkan pengawasan dan
koordinasi.
Sebelum Longsor Banjir Dulu
Salah seorang saksi mata, Asrianto, menyebutkan, sebelum longsor
terjadi pada Minggu lalu (8/7) dia mendapati tanda-tanda bakalan
longsor, yaitu rumahnya banjir setinggi lutut yang disertai lumpur yang
berasal dari bukit. Dia pun memerintahkan anggota keluarganya segera
keluar dari rumah.
Menurut Asri-sapaan akrabnya, warga sekitar pun sempat panik dan
keluar. Asri mengaku, melihat aliran air yang cukup deras dari arah
lapangan bukit Trikora yang baru menuju TK Pembina. Aliran air yang
cukup deras menuju TK Pembina itu membuat panik warga, karena
dikhawatirkan tanggul bangunan sekolah bakal jebol, dan bisa menimbulkan
longsor ke arah pemukiman.
Sebelum longsor kata Asri, dia dan beberapa warga mencari beberapa
kepala dinas teknis, di perkantoran dan perumahan jabatan, namun
rata-rata para pejabat sedang di luar kota. Karena tradisi kepala dinas
di Salakan, selalu pulang ke Luwuk atau Banggai dari hari Jumat hingga
Minggu. Karena tidak mendapati seorang pejabat pun, beberapa warga
mengambil inisiatif keluar dan menunggu hujan reda.
Namun, belum sempat longsor terjadi, korban tewas Yani memilih masuk
ke rumah untuk mencuci dengan alasan rumahnya aman karena tidak terkena
aliran lumpur. Begitu Yani masuk ke rumah sambil menggendong anaknya
Reno yang masih balita, longsor terjadi dan menimbun rumahnya. Mayat
Yani akhirnya ditemukan paling lama pada Senin sore sekitar pukul 17.00
wita, setelah terlebih dahulu mayat anaknya Reno ditemukan.
Longsornya tebing itu lantaran tanggul TK yang berada di bukit jebol,
karena tidak mampu menahan derasnya aliran air hujan dari arah bukit
perkantoran. Air yang semakin banyak meluap, menjebolkan tanggul TK
Pembina dan materialnya menutup drainase jalan. (bar)
0 Comments:
Posting Komentar