Hati yang Telah Lama Hilang
Oleh : Arief Cahyo Pratama
(Garapan Novel)
Ibu, kenapa matahari tidak murka kepada kita?, kenapa lautan selalu menahan amarahnya?, padahal kita selalu mengolok matahari sinarnya terlalu terik, malahan berdoa agar di tutupi oleh awan. Dan kita selalu mengambil apa yg di miliki oleh lautan tanpa ijin, seakan kita memaksa lautan agar tidak menghembaskan ombaknya begitu keras, kenapa ibu?.
"Hari yang indah bukan ar", "iya nur". Ar berkata dengan nada datar dan raut wajah yg kusam. " kamu kenapa ar, ada masalah lagi di sekolah", "egk nur aku cuma bingung", " bingung kenapa ar, jangan-jangan cewek lagi ya," Nur berkata sambil tertawa, "egk kok nur, aku cuma bingung sama teman sekelas kita yg duduk di paling depan itu, akhir-akhir ini dia selalu menyendiri terus, padahal biasanya dia selalu negur dan akrab dengan kita", " iya ar, aku juga egk tau kenapa akhir-akhir ini dia beda, mungkin dia benci dengan kita ar", "ah egk mungkin nur, emang kamu tau dari mana!", " egk tau juga ar, hehehe ".
Namanya Liya dia satu angkatan dengan ku dan Nur, kita masuk sekolah menengah atas dengan tujuan yang sama yaitu meraih cita-cita setinggi langit, walaupun tidak tau tinggi langit itu berapa. Liya orangnya sangat periang dan suka membantu, tapi entah kenapa semenjak dia duduk di depan, dia seakan menjadi orang lain, dan menjauhi aku dan Nur.
" Arr,, Arrr,,". Nur berlari mengejarku, dengat raut wajah yang sedikit takut. "Kenapa nur, ada apa nur!", " tadi aku lihat liya menangis sendirian di kelas ar". Nur berkata sambil nafasnya tersengal-sengal. "Ahh, yang benar nur, kamu beneran lihat itu liya", " benar ar, aku lihat dengan mata ku sendiri".
Semenjak hari itu, liya lebih menjadi pendiam dan jarang menyapa teman sekelasnya dan sering tidak berangkat sekolah karena sakit.
*********
Bersambung . . . . .
0 Comments:
Posting Komentar